Sosok Raja Hayam Wuruk, Raja Ke 4 Majapahit
45news.id - Hayam Wuruk (lahir 1334, meninggal 1389) adalah
maharaja keempat Majapahit yang memerintah tahun 1350–1389. Ia bergelar
Maharaja Sri Rājasanagara. Di bawah pemerintahannya, Majapahit mencapai puncak
kejayaannya.
Asal-usul dan silsilah
Nama Hayam Wuruk artinya "ayam yang
terpelajar". Ia adalah putra pasangan Tribhuwana Tunggadewi (penguasa
ketiga Majapahit) putri Raden Wijaya pendiri Majapahit, dengan Sri
Kertawardhana alias Cakradhara yang berkedudukan sebagai penguasa Tumapel
(Bhatara i Tumapel atau Bhre Tumapel) atau kawasan Malang sekarang.
Hayam Wuruk dilahirkan tahun 1334 dan menurut kitab
Kakawin Nagarakretagama (Desawarnana) peristiwa kelahirannya ditandai dengan
gempa bumi di "Pabanyu Pindah" dan letusan Gunung Kelud. Pada tahun
itu pula Gajah Mada mengucapkan Sumpah Palapa.
Hayam Wuruk memiliki adik perempuan bernama Dyah
Nertaja yang menjadi penguasa Pajang (Bhre Pajang), dan adik angkat perempuan
bernama Indudewi penguasa Lasem (Bhre Lasem), yaitu putri Rajadewi, adik
ibunya.
Permaisuri Hayam Wuruk bernama Sri Sudewi bergelar
Paduka Sori, yang adalah putri dari Wijayarajasa penguasa Wengker (Bhre
Wengker). Paduka Sori adalah saudara sepupu Hayam Wuruk, anak tiri Rajadewi.
Dari pasangan Hayam Wuruk dengan Sri Sudewi ini,
lahir Kusumawardhani yang menikah dengan Wikramawardhana, putra Dyah Nertaja
Bhre Pajang, adiknya. Hayam Wuruk juga memiliki putra dari selir yang menjabat
sebagai penguasa Wirabhumi (Bhre Wirabhumi), yang menikah dengan Nagarawardhani
putri Indudewi Bhre Lasem.
Masa pemerintahan
Sumber sepak terjang Hayam Wuruk dalam
pemerintahannya diceritakan dalam kitab Desawarnana atau Negarakertagama, suatu
kitab yang didedikasikan untuk menghormatinya.
Pada tahun 1351, Hayam Wuruk naik tahta dalam usia
relatif muda, 17 tahun, menggantikan ibundanya, Tribhuwana Tunggadewi.
Tribhuwana sebenarnya memerintah Majapahit "mewakili" ibunya Gayatri
(Rajapatni), yang memilih menjalani hidup sebagai bhiksuni (pendeta wanita).
Ketika Gayatri meninggal, Tribhuwana menyatakan tidak lagi berkuasa dan
menyerahkan kekuasaan kepada Hayam Wuruk.
Hayam Wuruk dalam pemerintahannya banyak dibantu
oleh Mahapatih andalannya, Gajah Mada. Di bawah kekuasaan Hayam Wuruk,
Majapahit melakukan politik ekspansi untuk menjamin kekuatannya di bidang perdagangan
lewat laut, sekaligus sebagai pelaksanaan Sumpah Palapa yang dinyatakan oleh
patih Gajah Mada. Majapahit juga menaklukkan Kerajaan Pasai dan Kerajaan Aru
(kemudian bernama Kesultanan Deli).
Pada tahun 1357, terjadilah Perang Bubat yaitu
pertempuran antara pasukan Majapahit yang dipimpin oleh Gajah Mada melawan
rombongan kerajaan Sunda yang dipimpin oleh raja Linggabuana. Dalam peristiwa
ini raja Linggabuana dan putrinya Dyah Pitaloka beserta seluruh rombongan
Kerajaan Sunda-Galuh tewas.
Pada tahun 1364, Mahapatih Gajah Mada meninggal
tanpa keterangan yang jelas mengenai penyebabnya. Pada tahun 1367, melalui
sidang Dewan Sapta Prabu, Hayam Wuruk mengangkat Gajah Enggon menggantikan
Gajah Mada sebagai Mahapatih Majapahit.
Pada tahun 1372, Tribhuwana Tunggadewi, ibundanya
meninggal. Ini adalah pukulan berat bagi Hayam Wuruk. Pada tahun 1377, Hayam
Wuruk kembali menundukkan Suvarnabhumi (sekarang Sumatra), karena pelanggaran
yang dilakukan penguasanya saat itu. Setelah merebut Suvarnabhumi, Majapahit
memasuki era damai dengan menjalin hubungan baik dengan negara-negara
tetangganya.
Akhir hayat
Tahun 1389, Hayam Wuruk meninggal dengan dua anak,
Kusumawardhani putri dari Sri Sudewi, dan Bhre Wirabhumi anak dari selirnya. Yang
menjadi pengganti Hayam Wuruk adalah menantunya, Wikramawardhana, suami
Kusumawardhani. Kemudian, Hayam Wuruk di dharmakan di Candi Ngetos, Nganjuk,
Jawa Timur. (Na)
Belum ada Komentar untuk "Sosok Raja Hayam Wuruk, Raja Ke 4 Majapahit"
Posting Komentar