Sejarah Raden Wijaya, Raja Pertama Majapahit
45news.id - Raden Wijaya atau Dyah Wijaya adalah pendiri dan
raja pertama Kerajaan Majapahit yang memerintah pada tahun 1293-1309, bergelar
Sri Kertarajasa Jayawardana, atau lengkapnya Nararya Sanggramawijaya Sri
Maharaja Kertarajasa Jayawardhana.
Menurut Nagarakretagama Raden Wijaya adalah anak
dari Dyah Lembu Tal, cucu Mahisa Campaka atau Narasinghamurti. Kakeknya ini,
adalah anak dari Mahisa Wonga Teleng, putra dari Ken Angrok dan Ken Dedes. Ken
Angrok atau Sri Ranggah Rajasa adalah pendiri Dinasti Rajasa yang kemudian
menurunkan raja-raja Singhasari dan Majapahit. Naskah ini memuji Lembu Tal
sebagai seorang perwira yuda yang gagah berani dan merupakan Ayah dari Raden
Wijaya.
Dari genealoginya, Wijaya juga merupakan keponakan
Kertanagara, Adapun Kertanagara adalah keturunan dari Anusapati, putra Ken
Dedes dan Tunggul Ametung.
Menurut Prasasti Kudadu (1294),tertulis bahwasanya
Lembu Tal (ayah raden wijaya) adalah anak Narasinghamurti.
Menurut Prasasti Balawi (1305), Prasasti Sukamerta
(1296), dan Kakawin Nagarakretagama, Raden Wijaya menikah dengan empat orang
putri Kertanagara, raja terakhir Kerajaan Singhasari, yaitu Tribhuwaneswari,
Narendraduhita, Jayendradewi, dan Gayatri.
Dengan Tribhuwaneswari, Wijaya mempunyai seorang
putra bernama, Jayanagara. Dengan Gayatri, Wijaya memperoleh dua putri. Putri
sulung bernama Tribhuwana Wijayatunggadewi. Putri bungsu bernama Rajadewi
Maharajasa.
Mendirikan Desa Majapahit, Kematian Kertanagara
Menurut Prasasti Kudadu, pada tahun 1292 terjadi
pemberontakan Jayakatwang bupati Gelanggelang terhadap kekuasaan Kerajaan
Singhasari. Raden Wijaya ditunjuk Kertanagara untuk menumpas pasukan
Gelanggelang yang menyerang dari arah utara Singhasari. Raden Wijaya berhasil
memukul mundur musuhnya. Namun pasukan pemberontak yang lebih besar datang dari
arah selatan dan berhasil menewaskan Kertanagara.
Menyadari hal itu, Dyah Wijaya melarikan diri,
berlindung ke Terung di sebelah utara Singhasari. Namun karena terus
dikejar-kejar musuh ia kemudian pergi ke arah timur. Dengan bantuan kepala desa
Kudadu, ia berhasil menyeberangi Selat Madura untuk bertemu Arya Wiraraja,
penguasa Songeneb (nama lama Sumenep), penasehat raja Kertanegara yang
merupakan murid dari Mahisa Campaka (Narasinghamurti), kakek Dyah Wijaya.
Hutan Tarik dan Desa Majapahit
Bersama Arya Wiraraja, Raden Wijaya merencanakan
siasat untuk merebut kembali takhta dari tangan Jayakatwang. Wijaya berjanji,
jika ia berhasil mengalahkan Jayakatwang, maka daerah kekuasaannya akan dibagi
dua untuk dirinya dan Wiraraja.
Siasat pertama pun dijalankan. Mula-mula, Wiraraja
menyampaikan berita kepada Jayakatwang bahwa Wijaya menyatakan menyerah kalah.
Jayakatwang yang telah membangun kembali kerajaan leluhurnya, yaitu Kerajaan
Kadiri menerimanya dengan senang hati. Ia pun mengirim utusan untuk menjemput
Wijaya di pelabuhan Jungbiru.
Siasat berikutnya, Wijaya meminta Hutan Tarik di
sebelah timur Kadiri untuk dibangun sebagai kawasan perburuan. Wijaya mengaku
ingin bermukim di sana. Jayakatwang yang gemar berburu segera mengabulkannya
tanpa curiga.
Wiraraja pun mengirim orang-orang Songeneb yang
dipimpin oleh anaknya, Ranggalawe, untuk membantu Wijaya membuka hutan
tersebut. Menurut Kidung Panji Wijayakrama, salah seorang Madura menemukan buah
maja yang rasanya pahit. Oleh karena itu, desa pemukiman yang didirikan Wijaya
tersebut pun diberi nama Majapahit.
Menjadi Raja Majapahit, Perang Melawan Jayakatwang
Catatan Dinasti Yuan mengisahkan, pada tahun 1293,
pasukan Mongol sebanyak 20.000 orang yang dipimpin Ike Mese, Kau Hsing dan Shih
Pi mendarat di Jawa untuk menyerang Kertanagara, karena pada tahun 1289
Kertanagara telah melukai utusan yang dikirim Kubilai Khan raja Mongol.
Raden Wijaya memanfaatkan kedatangan pasukan Mongol
ini untuk menghancurkan Jayakatwang. Ia pun mengajak Ike Mese untuk
bekerjasama. Wijaya meminta bantuan untuk merebut kembali kekuasaan Wangsa
Rajasa di Jawa dari tangan Jayakatwang, dan setelah itu baru ia bersedia
menyatakan tunduk kepada bangsa Mongol.
Jayakatwang yang mendengar persekutuan Wijaya dan
Ike Mese segera mengirim pasukan Kadiri untuk menghancurkan mereka. Namun
pasukan itu justru berhasil dikalahkan oleh pihak Mongol. Selanjutnya, gabungan
pasukan Mongol, Majapahit dan Madura bergerak menyerang Daha, ibu kota Kerajaan
Kadiri. Jayakatwang akhirnya kalah dan ditawan bersama putranya Ardharaja dalam
kapal Mongol.
Perang melawan Yuan-Mongol (Tartar)
Setelah Jayakatwang dikalahkan, Wijaya meminta izin
pada pihak Mongol untuk kembali ke Majapahit mempersiapkan penyerahan dirinya.
Ike Mese mengizinkannya tanpa curiga. Sesampainya di Canggu, Majapahit, Wijaya
dan pasukannya membunuh para prajurit Mongol yang mengawalnya.
Pada 19 April 1293, Raden Wijaya memimpin pasukannya
menyerang tentara Mongol. Tentara Mongol yang sedang berpesta di Daha diserbu
oleh pasukan Majapahit. Setelah kehilangan 3.000 orang tentaranya, Ike Mese
memutuskan mundur. Sisa pasukan Mongol akhirnya meninggalkan Jawa pada 24 April
1293.
Kemudian Wijaya menobatkan dirinya menjadi raja
Majapahit yang pertama dengan gelar Sri Maharaja Kertarajasa Jayawardana.
Menurut Kidung Harsa Wijaya, penobatan tersebut terjadi pada tanggal 15 bulan
Kartika tahun 1215 Saka, atau bertepatan dengan 12 November 1293.
Masa Pemerintahan
Dalam memerintah Majapahit, Raden Wijaya mengangkat
para pengikutnya yang dulu setia dalam perjuangan. Arya Wiraraja dan Ranggalawe
sebagai pasangguhan, Nambi diangkat sebagai patih Majapahit, Lembu Sora sebagai
patih Daha.
Pada tahun 1294 Wijaya juga memberikan anugerah
kepada pemimpin desa Kudadu di wilayah Gunung Butak yang dulu melindunginya
saat pelarian menuju Pulau Madura. Raden Wijaya juga membentuk Dharmaputra,
pasukan elit yang beranggotakan tujuh orang, yaitu Ra Kuti, Ra Semi, Ra Tanca,
Ra Wedeng, Ra Yuyu, Ra Banyak, dan Ra Pangsa.
Pada tahun 1295, Raden Wijaya mengangkat anaknya,
Jayanagara, sebagai yuwaraja atau raja muda di Kadiri atau Daha.
Pemerintahannya diwakili oleh Lembu Sora yang disebutkan dalam Prasasti
Pananggungan menjabat sebagai patih Daha.
Pemberontakan Ranggalawe
Pada tahun 1295 seorang tokoh licik bernama Mahapati
menghasut Ranggalawe untuk memberontak. Pemberontakan ini dipicu oleh
pengangkatan Nambi sebagai patih, dan menjadi perang saudara pertama yang
melanda Majapahit. Setelah Ranggalawe tewas, Wiraraja mengundurkan diri dari
jabatannya sebagai pasangguhan. Ia menagih janji Wijaya tentang pembagian
wilayah kerajaan. Wijaya mengabulkannya. Maka, sejak saat itu, wilayah kerajaan
Majapahit terbagi menjadi dua, di mana Majapahit sebelah barat dikuasai oleh
Wijaya dan di timur dikuasai oleh Wiraraja dengan ibu kota di Lamajang (nama
lama Lumajang).
Pembunuhan Lembu Sora
Pada tahun 1300 terjadi peristiwa pembunuhan Lembu
Sora, paman Ranggalawe. Pada saat pemberontakan Ranggalawe, Lembu Sora berada
di pihak Majapahit. Namun, pada pertempuran Tambak Beras ketika Ranggalawe
dibunuh dengan kejam oleh Kebo Anabrang, Sora yang merupakan paman Ranggalawe
merasa tidak tahan, kemudian berbalik membunuh Anabrang.
Peristiwa terbunuhnya Kebo Anabrang dijadikan alasan
oleh Mahapati untuk menghasut Nambi, bahwa Lembu Sora akan memberontak terhadap
Majapahit, sehingga terjadi suasana perpecahan antara Lembu Sora dan Nambi.
Pada puncaknya, Lembu Sora dan kedua kawannya, yaitu
Gajah Biru dan Jurudemung tewas dibantai kelompok Nambi sewaktu dalam
perjalanan menuju istana Majapahit.
Akhir Hayat
Menurut Nagarakretagama, Raden Dyah Wijaya meninggal
dunia pada tahun 1309. Ia dimakamkan di Antahpura dan dicandikan di Simping,
Blitar, sebagai Harihara, atau perpaduan Wisnu dan Siwa. Raden Dyah Wijaya
digantikan Jayanagara sebagai raja penerusnya. (Na)
Belum ada Komentar untuk "Sejarah Raden Wijaya, Raja Pertama Majapahit"
Posting Komentar