PANCASILA ADALAH KARUNIA TUHAN
PANCASILA
ADALAH KARUNIA TUHAN
Ngatawi Al-Zastrouw
Keberagaman Indonesia adalah ketetapan Tuhan (sunnatullah). Mealui Indonesia Tuhan hendak memberikan gambaran kepada semua manusia betapa beragam dan uniknya ciptaan Tuhan. Melalui Indonesia pula manusia ditunjukkan betapa kreatifitasnya Tuhan, karena kalau Tuhan menginginkan agar Indonesia ini seragam baik secara etnik, ideologi dan kebudayaan, misalnya penduduknya menjadi Islam semua, dengan etnis Jawa atau Batak semua maka itu bukan sesuatu hal yang sulit dilakukan oleh Tuhan. Tapi mengapa itu tidak dilakukan oleh Tuhan? Sekali lagi karena Tuhan ingin membuktikan kekuasaan dan kreatifitasnya kepada manusia melalui Indonesia.
Masyarakat Indonesia
sadar mereka tidak akan bisa hidup baik jika menolak perbedaan, karena sejak lahir
mereka sudah dihadapkan dengan berbagai perbedaan baik secara etnik, agama, tradisi maupun budaya. Kesadaran untuk menerima fitrah
keberagaman Indonesia inilah yang menjadi dasar membentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Nilai-nilai
persaatuan dalam keberagamaan ini tercermin dalam
tradisi dan sikap gotong royong, teposliro (empati),
harmoni, keseimbangan dan sebagainya. Melalui nilai-nilai dan tradisi tersebut
bangsa Nusantara bisa hidup rukun dan saling memahami atas
perbedaan yang ada..
Kenyataan inilah yang menjadi sumber inspirasi para pendiri
bangsa untuk merumuskan dan menetapkan Pancasila sebagai dasar Negara
Indonesia. Penetapan Pancasila sebagai dasar Negara merupakan bukti kepekaan
batin dan kejernihan nalar para pendiri
bangsa dalam menyelami, dan menggali denyut nadi dan nafas kehidupan
bangsanya sehingga mampu menangkap instisari dan essensi nilai-nilai kehidupan
dan tradisi yang kemudian dirumuskan menjadi Pancasila.
Apa yang terjadi menunjukkan bahwa Pancasila sebenarnya
bukanlah bikinan para pendiri bangsa, tetapi produk dari proses kehidupan
bangsa Nusantara yang sudah berlangsung selama berabad-abad. Ibarat membangun
rumah, para pendiri bangsa hanya meramu dan menyusun suatu fondasi yang
bahan-bahan dasarnya diambil dan digali dari apa yang sudah ada dan hidup di
bumi Nusantara.
Sebagaimana dinyatakan Bung Karno dalm
pidato 1 Juni
di depan sidang BPUPK: “Saya bukanlah pencipta Pancasila, saya bukanlah pembuat
Pancasila. Apa yang saya kerjakan tempo hari, ialah sekadar memformuleer
perasaan-perasaan yang ada di dalam kalangan rakyat dengan beberapa kata-kata,
yang saya namakan “Pancasila”. Selanjutnya Bung Karno menyatakan, nilai-nilai
yang ada dalam Pancasila tersebut digalli dari sebelum masuknya Islam dan agama-agama lain ke Nusantara. “Penggalian saya tentang Pancasila, sampai jaman
sebelum agama Islam. Saya gali sampai jaman Hindu dan pra-Hindu”, demikian kata Sukarno. Atas
dasar ini Bung Karno menyebut bahwa Pancasila adalah karunia Tuhan kepada
bangsa Indonesia.
Meski
Pancasila mengandung nilai-nilai yang mulia dan sangat ideal, namun sayangnya
nilai-nilai tersebut tidak tercermin dalam perilaku kehidupan masyarakat
Indonesia saat ini. Terjadi kesenjangan yang sangat jauh antara nilai-nilai yang
terkandung dalam Pancasila dengan praktek kehidupan sehari-hari. Akhirnya
Pancasila seolah menjadi sesuatu yang asing, yang berada di luar diri bangsa
Indonesia, hanya nilai-nilai abstrak yang tidak membumi. Artinya praktek
kehidupan bangsa Indonesia sudah tidak mencerminkan nilai-nilai yang terkandung
dalam Pancasila.
Harus diakui di tengah kuatnya terikan materialism
dan pragmatism kehidupan yang melahirkan sikap individualis, nilai-nilai
Pancasila seakan tergerus. jaman. Akibatnya
Pancasila seolah sudah usang dan tidak relevan. Di sisi lain Pancasila menghadapi tekanan kaum puritan agama (Isam), yang menganggap
Pancasila sebagai sistem thohut yang harus ditolak dan diganti dengan sistem
Islam. Namun ketika muncul ketegangan, konflik, sentimen
emosional yang memunculkan tindak
kekerasan terjadi dimana-mana, kehadiran nilai-nilai Pancasila menjadi sangat
dibutuhkan. Dengan kata lain, ketika
bangsa sedang retak dan terancam jatuh dalam konflik sosial, muncul kesadaran
pentingnya Pancasila.
Penulis berpendapat, saat inilah waktu yang tepat
untuk menunjukkan keunggulan nilai-nilai Pancasila. Sebagaimana penulis jelaskan di atas, fitrah keberagaman yang
menjadi ciri bangsa Indonesia membutuhkan tali pengikat dan sistem penyangga
yang kokoh dan kuat,
dan itu adalah Pancassila. Ketika residu budaya modern yang
meterialistik-individualistik liberal,
serta gerakan kaum puritan Islam menimbulkan konflik sosial
yang berujung pada kerusakan dan keresahan maka Pancasila bisa menjadi
alternatif untuk menjawab semua itu. Pancasila
menjadi tali perajut yang menyatukan keretakan bangsa. Tanpa Pancasila bangsa
Indonesia akan hancur terkeping-keping. Inilah momentum yang tepat untuk
menggali dan menerapkan nilai-nilai Pancasila dalam tata kehidupan bangsa
Indonesia.
Untuk melakukan hal tersebut perlu dilakukan beberapa
strategi, pertama membangun strategi kebudayaan yang bisa mengintegrasikan
tuntutan modernitas dengan nilai-nilai Pancasila; kedua, merumuskan sistem
pendidikan yang bisa mengubah sikap dan perilaku bangsa Indonesia agar sesuai
dengan nilai-nilai Pancasila. Dengan kata lain pendidikan harus mampu
menciptakan sosok yang bermental dan berjiwa Pancasila namun memiliki skill dan
intelektual yang mampu menguasai teknologi modern; ketiga, mewujudkan
keteladanan sikap dan perilaku kehidupan yang sesuai dengan nilai-nilai
Pancasila, terutama di kalangan pejabat pemerintah, pendidik, orang tua, tokoh
masyarakat dan para elit sosial. Ini penting karena secara sosiologis mental
bangsa Indonesia Indonesia masih berada dalam kultur paternalistik. Dalam
kultur paternalistik peran elit untuk melakukan
perubahan menjadi sangat penting.
Inilah beberapa hal yang perlu dilakaukan sebagai strategi
mengaktualisasikan Pancasila dalam konteks kekinian. Intinya agar Pancasila
benar-benar bisa menjadi alternatif
terhadap residu social modernism, maka Pancasila harus
dihadirkan melalui laku nyata, karena Pancasila hakekatnya adalah laku hidup, bukan teks yang abstrak.
Hanya dengan menggali dan menerapkan kembali nilai-nilai
Pancasila yang merupakan produk masa lalu inilah bangsa yang mejemuk ini dapat
menatap masa depan dengan cerah dan optimis tanpa dibayangi oleh acaman konflik
dan berbagai keretakan social lainnya. Karena Pancasilalah yang bisa menjadi
benang perajut sekaligus penyangga atas berbagai potensi konflik akibat desakan
arus pragmatism materialism dan puritanisme
agama yang menggerus nilai-nilai kemanusiaan
masyarakat Indonesia. Konsep,
teori dan ideologi apapun yang kita pilih untuk diterapkan di negeri ini akan
sia-sia jika tidak sesuai dengan akar kultural dan tradisi bangsa ini karena tidak dapat diterapkan dengan
baik.
Jika kita sadar bahwa Pancasila adalah karunia Tuhan yang
sangat berharga bagi bangsa Indonesia, maka sudah selayaknya kita menjaga dan
marawatnya. Hanya orang bodohlah yang menyia-nyiakan karunia Tuhan.
Menyia-nyiakan karunia Tuhan sama dengan tidak bersyukur, dan bangsa yang tidak
bersyukur akan mendapat adzab yang bisa menghancurkan bangsa itu sendiri.*****
Belum ada Komentar untuk "PANCASILA ADALAH KARUNIA TUHAN"
Posting Komentar